Setelah beberapa kebutuhan masalah
kuliah kami selesaikan di beberapa kantor dinas banyuwangi tapi hasilnya nihil,
matahari sudah semakin tinggi daripada pusing mikirin kantor-kantor dinas
padahal kantor dinas ga mikirin saya juga mending cabut ke taman nasional
Merubetiri sajah.
Beberapa informasi untuk menuju ke
TN. Merubetiri sudah saya dapatkan, mulai dari mas helmy (mas helmy adalah), mamang-mamang penjual nasi pecel di
kota banyuwangi, penjaga indomart sampai warga yang lagi enak-enak nyantai di
depan rumah saya tanyain.
Lagi enak-enak habis nyalip truck di
jalan tiba-tiba saja motor saya terhuyu-huyu, eh ban nya petjah seketika, saya
panik sembari minggirin motor, kemudian saya tertawa sebentar, ngebayangin
bentuk saya saat panik pas motor nya terhuyu-huyu pasti ga lucu.
Kemudian saya nge cek ban nya apakah
ada paku atau tidak, ternyata ada besi runcing, bukan paku sih, yang nusuk ke
ban nya, setelah saya cabut besi tersebut dengan minjam tang warga setempat
langsung saya bawa motor ke tukang tambal genteng, eh malah di marahin, setelah
nyari lagi akhirnya nemu tukang tambal baju yang sobek. Karena ban yang sobek
terlalu parah dan ga bisa di tambal terpaksa ngeluarin uang lebih buat beli ban
dalam baru.
2 jam kami berada di jalanan yang
super panas, sembari nyelipin earphone di hidung saya dengerin lagunya “the
panas dalam” makin syahdu lihat jalanannya, sesekali nanya sama warga setempat
arah ke pantai teluk hijau, tak terasa akhir nya kami nanya sama seorang satpam
dari perusahaan tambang yang akan buka disana ternyata kami salah jalan, dan
sekarang berada di pantai merah rencana kami sebenarnya mau ke pantai teluk
hijau dulu, kemudian lihat sunset di pantai merah, akhirnya kami langsung balik
arah dan ngebut ke arah pantai teluk hijau, dan ternyata tempat nya jauh
sekali.
Sekitar setengah 3 sore kami baru
sampai di pantai rajegwesi, tempat mangkalnya ojek perahu, ojek perahu bisa
nganterin kita ke beberapa pantai yang sulit di jangkau, seperti pantai teluk
hijau, pantai batu, pantai permisan dll.
Dengan merogoh kantong 35.000 rupiah
kita bisa naik perahu dari pantai rajegwesi hingga ke pantai teluk hijau dan
kembali lagi, tanpa tracking yang lumayan nguras tenaga bagi yang ga suka
tracking, tapi kalau kita tracking bisa lihat beberapa spot pemandangan yang
lumayan indah, tapi jangan salah sob, naik perahu juga dapat pemandangan bagus
kok, tergantung kita menilainya.
Setelah jalannya mulai menurun dan
masuk ke sebuah pantai saya mulai senang, akhirnya sampai di pantai teluk
hijau, setelah nanya sama seseorang yang sedang nyahdu di bawah pohon di
pinggir pantai ternyata ini baru sampai di pantai batu, tanpa berlama-lama
mikir langsung jalan lagi saja, saat mulai masuk ke semak-semak di ujung pantai
batu ini ada ayunan, ayunan itu bak artis papan atas, setiap ada wisatawan yang
lewat sini dan ngelirik ayunan ini langsung ngantri dan berpose untuk
mengabadikan jepretan bareng ayunan.
Setelah mengambil beberapa jepretan
langsung lanjut ke pantai teluk hijau, belum sampai 5 menit jalan dari tempat
ayunan tadi kita sudah sampai di plang bertuliskan pantai teluk hijau, kemudian
berjalan lagi sampai berada di ujung pantai, sembari mengarahkan mata ke 360
derajat dan ga ngedip beberapa detik sambil cengingisan.
Di ujung paling barat pantai
terdapat air terjun yang lumayan seger sih kalo cuman buat bilas gratis,
walaupun sedikit keruh air nya. Yang bisa kita lihat disini antara lain; hutan,
pasir putih, air terjun, perahu, air, karang, ikan, angin yang membawa sampah,
kotoran yang melayang di udara, parasite yang menempel di pohon, dan tahi lalat
saya, soal nya pepatah mengatakan, “Life itu harus ada yang nempel, bagai tahi
lalat, sedikit menjijikan namun ialah pemanis”.
Eits, jangan lupa banyak gadis-gadis
pantai, wisatawan sih sebenarnya, tapi yahud-yahud pas kemarin saya kesana,
tapi juga sebatas bisa memandang tak bisa memiliki sih, huft. Setelah lama
mengambil gambar salah satu temen saya yang perempuan sepertinya ingin menjajal
perahu, padahal kalau menurut insting saya doi sudah ga kuat buat tracking,
soal nya pas berangkat saja sudah ngos-ngosan dia nya.
Kemudian saya menanyakan ke salah
satu tukang ojek perahu yang lagi santai di pinggir pantai, dan karena hari
juga sudah mulai semakin gelap saya nyepik-nyepik bapak nya buat nginep di
rumah nya, jadi akhirnya kalo mau balik naik perahu bayarnya 25.000 rupiah, dan
kita di bolehin menginap di rumah bapak ojek nya, oh ya nama bapak nya pak…..,
aduh lupa namanya saya, besok kalau temen saya sudah turun dari semeru saya
tanyakan lagi, soalnya dia yang nyimpen no hp bapak nya, kita sebut saja pak
jek.
Pak jek dan teman saya perempuan
meninggalkan pantai teluk hijau lebih dulu, nah saya masih betah banget disini,
pantai teluk hijau super istimewa deh, dari hutan lebat, pantai, air terjun
flora & fauna semua ada disini, setelah beberapa jam kami di pantai dan
hari semakin gelap akhirnya kami langsung bilasan di air terjun sekalian
persiapan kembali ke parkiran motor, saat kami berjalan kembali, kami bareng
sama 2 orang yang juga wisatawan local seperti saya, setelah saya banyak
ngobrol, ternyata salah satu dari mereka adalah mahasiswa angkatan 2009 (kalau
ga salah semester 11 an) nah dia ke pantai teluk hijau untuk mencari inspirasi
buat ngerjain skripsi nya, hehe.
Setelah sampai di parkiran kemudian
kami berpisah, kami berjalan dan sampai di pantai rajegwesi (tempat mangkalnya
ojek perahu) dan kami bertemu dengan teman saya yang tadi naik perahu bareng
pak jek, tanpa berlama-lama kami langsung menuju ke rumah pak jek, terus pak
jek bilang kalau di tanya sama warga bilang saja kita saudaranya dari Surabaya,
soalnya pak jek ga enak sama warga yang memiliki bisnis penginapan di sana.
Sesampainya di rumah pak jek, kami
langsung bersalaman sama tetangga dan keluarganya, kemudian masuk ke dalam
rumahnya, di depan TV kami menaruh barang-barang kami, sembari menunggu teman
saya mandi, istri pak jek memasak makanan untuk kita, makanan jadi dan kami
makan, saying nya keluarga pak jek gam au di ajak makan bareng, padahal moment
seperti itu yang saya tunggu-tunggu, setelah kami selesai makan kami langsung
membawa sisa makanan ke belakang, karena ibu nya benar-benar ga mau di bantu
akhirnya saya dan 2 orang teman saya pamit untuk jalan-jalan ke pantai pada
malam hari, karena yang perempuan sudah lelah dn ingin istirahat dia tinggal di
rumah.
Setelah berjalan sekitar 15 menitan,
kami sampai di pantai rajegwesi lagi, karena kami ga bawa penerangan, dan kami
sudah terlanjur di tengah-tengah kegelapan tempat warga memarkirkan perahunya
dan saat saya merogoh smartphone saya dari kantong untuk penerangan eh
tiba-tiba ada hitam-hitam bergerak dari tanah, tahu sendiri kan disini orang
nya cemen semua, langsung deh teriak bak orang yang habis kecopetan, setelah
saya menenangkan teman-teman saya, dan ternyata di balik hitam-hitam itu adalah
anjing milik salah satu warga sana yang sedang menikmati hari dan nyahdu di
pinggir pantai.
Kami duduk di salah satu perahu
milik warga sembari hati masih deg-deg an sehabis peristiwa tadi, bulan ga
Nampak malam itu, tapi justru bintang dengan jumlah jutaan terlihat di langit
malam itu, sebenarnya saya pingin banget bisa mengambil gambar kalau kata para
potograper “milkiway” tapi apa daya ilmu saya cuma bisa mengambil gambar dengan
mode auto, hehe, siapa tahu ada potograper cantik yang sedang membaca tulisan
ini, boleh dong saya di ajarin, ngarep banget…
Karena jantung masih belum normal
karena peristiwa tadi dan mata sudah mulai ngantuk kami kembali ke rumah pak
jek, setelah sampai di rumah pak jek eh di teras rumah pak jek ada beberapa
ibu-ibu yang sedang nongkrong, sepertinya sih nungguin kita, langsung saja saat
saya sampai langsung duduk bareng mereka dan ngobrol, eh baru 15 menit saya
sudah kehabisan kata-kata buat ngobrol, langsung saya pamitan buat masuk rumah,
saat kami asik cerita bareng teman-teman saya eh ibu nya dating sambil bawa kue
tart yang sudah di potong-potong, dan ternyata anak nya pak jek yang paling tua
baru pulang kampong, setelah beberapa bulan bekerja di tanah borneo, dan malam
itu dia juga ulang tahun.
Setelah itu pak jek menuju ke teras
rumah dan sedang merajut jaring untuk menangkap ikan, sembari menemani pak jek
membuat jaring saya banyak cerita dengan pak jek, pak jek cerita tentang
beberapa pantai yang belum banyak pengunjung nya, salah satu nya pantai
permissan, dan juga saya baru tahu kalau di pantai teluk hijau tidak boleh ada
yang menginap disana, karena untuk menjaga habitat dan kelestarian pantai, tahu
sendirikan, kalau sudah banyak manusia yang menginjakkan suatu tempat pasti
bakal rusak, contoh nya dulu tahun 2000an pulau bali begitu indah, dan sekarang
sudah banyak wisatawan yang mulai tidak tertarik lagi dengan bali, walaupun
saya masih suka beberapa tempat di pulau bali.
Kembali lagi ke topik, pak jek
menawarkan ke kami kalau kita di suruh menginap beberapa hari lagi, buat
ngecamp di pantai permisan, tapi sayangnya kami juga sudah membeli tiket kereta
untuk kembali pulang ke Yogyakarta, saya pun memilih untuk akan kembali lagi
kesini suatu hari nanti.
Karena waktu sudah semakin malam dan
kami harus tidur agar besok bisa bangun pagi, dan ternyata lagi, kami ber empat
di berikan kamar tidur yang harus nya untuk tidur keluarganya pak jek, wah
semakin ga enak hati ni kami. Malam itu tidak banyak nyamuk, tapi tempatnya
sempit dan panas, jadi semakin saya ga bisa tidur, akhirnya saya melepas kaos
saya dan tidur di lantai, walaupun begitu saya tetap masih bersyukur bisa
tinggal bareng warga sana, banyak pelajaran yang saya dapat, tentang betapa
mandirinya warga sana, mereka mengelola ojek dan beberapa fasilitas di sana
tanpa bantuan pemerintah, tiket masuk ke kawasan pantai pun masuk ke pemerintah
semua, kemudian tentang kesederhanaan, tentang kebersamaan dan masih banyak
lagi.
Setelah kami bangun dan selesai
mandi ibunya sudah nyiapin buat sarapan pagi kami, setelah sarapan kami
memberikan sedikit uang kami untuk membeli bahan makanan, tidak lupa kami
mengambil gambar sekeluarga sebelum berpamitan pergi, suatu saat nanti saya
pasti kembali lagi ke sini.